KETERANGAN TENTANG DALIL MEREKA YANG MEWAJIBKAN MUWAZANAH ANTARA SISI POSITIF DAN NEGATIF TERUTAMA PADA AHLUL BID'AH


📚 Dari kitab:
Manhaj Ahlussunnah wal Jama'ah fi Naqdir Rijal wal Kutubi wath Thawa'if
(Manhaj Ahlussunnah wal Jama'ah dalam Mengkritisi Orang, Kitab dan Golongan)

📝 Penulis: 
Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi Umair Al-Madkhali حفظه الله تعالى

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:

KETERANGAN TENTANG DALIL MEREKA YANG MEWAJIBKAN MUWAZANAH ANTARA SISI POSITIF DAN NEGATIF TERUTAMA PADA AHLUL BID'AH

1▶Salman Al-'Audah berkata tentang arti keadilan:

"Adil dalam menilai kitab-kitab maknanya yaitu: tidak adil hanya dengan mengatakan, bahwa kitab  ini mengandung hadits-hadits palsu atau dhaif, dan berisi pendapat-pendapat yang menyimpang, itu berarti engkau bertindak zalim karena hanya menyebutkan sisi negatifnya saja, sementara itu engkau lupa ada sisi positif yang terdapat dalam isi kitab tersebut, yakni kitab tersebut mengandung bimbingan dan pembahasan-pembahasan ilmiah yang bermanfaat.

Sesungguhnya jika kamu hanya menyebutkan sebagiannya saja dan mengabaikan bagian yang lain, maka itu bukan termasuk dari amanah.

Dan kebanyakan orang begitu melihat ada kesalahan dalam sebuah kitab, maka langsung ditahdzir kitab tersebut, hanya karena dalam kitab itu menyebutkan hadits dhaif, atau salah dalam suatu permasalahan. Seandainya kita memperlakukan kitab-kitab para ulama dengan cara ini, maka tidak tersisa satupun kitab untuk kita." 
(perkataan Salman Al -'Audah tersebut di atas ada dalam kitab 'Akhlaqu Ad-Da'iyah (Yang ditulis oleh Salman Al -'Audah, hal 40. Kalimat tersebut  ada dalam alinea terakhir  merupakan kalimat yang ditulis secara berlebihan).

✒ Aku (Asy-Syaikh Rabi' حفظه الله تعالى) menjawab, 

"Adil itu lawannya zalim, maka jika di dalam suatu kitab ada kebid'ahan dan penyimpangan, lalu ada seorang muslim yang menyampaikan nasehat dengan memperingatkan kepada kaum muslimin, maka ini bukan bermakna  kezaliman sedikitpun.
Contoh: Jika ada seseorang yang ada aib atau kebid'ahan padanya, lalu engkau menjelaskan kebid'ahan tersebut dengan tujuan untuk memberi nasehat, maka hal itu bukan kezaliman dan bahkan bukan pula ghibah, akan tetapi ini termasuk nasehat. Ini adalah suatu perkara yang makruf di kalangan para ulama Islam, dan akan kita sampaikan nanti penjelasan para ulama dalam permasalahan ini, yang sebagiannya telah kami sebutkan.

Kemudian perlu diketahui bahwa makna zalim yaitu meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, sementara menjelaskan adanya aib dan kebid'ahan yang ada dalam suatu kitab atau yang ada pada seseorang merupakan nasehat syar'i  yang sangat dibutuhkan oleh  kaum muslimin demi untuk merealisasikan kemaslahatan serta menghindari mafsadah/kerusakan.

Salman juga berkata,  "Adil yaitu jika kita mengambil dari sisi positif dan dari sisi negatif, dan kita letakkan yang satu di satu sisi timbangan dan yang lain di sisi timbangan yang lain, sehingga timbangan akan adil, lurus dan seimbang."

Dia mengatakan hal itu tentang makna adil dalam menilai pendapat-pendapat yang ada dalam isi suatu kitab.

Yang tampak padaku (Asy-Syaikh Rabi' حفظه الله تعالى) bahwa dia (Salman Al-'Audah) menyamakan makna keadilan ini dalam menilai seseorang maupun kitab-kitab.

Adil itu perlu bahkan harus adil, akan tetapi menjelaskan aib dan kebid'ahan dengan tujuan untuk menyampaikan nasehat kepada kaum Muslimin tidak harus disertai dengan menjelaskan kebaikan-kebaikan yang ada, jika disebutkan sisi kebaikannya, maka akan hilang makna dan tujuan nasehat serta tahdzir, bahkan akan menjadi  bingung orang yang dinasehati, dan hal itu tidak mendukung penjelasan yang disampaikan dan juga tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh para ulama salaf.

2▶ Bersambung insya Allah

•••━══ ❁✿❁ ══━•••

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Senin, 28 Rabi'ul Awwal 1441 H / 25 November 2019

🎀 *Nisaa` As-Sunnah* 🎀
Lebih baru Lebih lama