Kitab Fiqh Al Mar'atul Muslimah (Pertemuan 49): Dalil-Dalil tentang Batasan Waktu Haidh

Dalil-Dalil tentang Batasan Waktu Haidh


KAJIAN  FIQIH


Dari kitab:

Fiqh Al-Mar`ah Al-Muslimah


Penulis:

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وأصحابه، أما بعد:

أخواتي في الله رحمني ورحمكم الله

 
Melanjutkan kajian fiqih, kita sampai pada pembahasan 'lamanya waktu haidh', telah disepakati oleh jumhur ulama, bahwa TIDAK ada batas maksimal maupun minimal lamanya waktu haidh, hal ini berdasarkan beberapa dalil, pekan lalu kita telah mengkaji dalil pertama,
sekarang kita memasuki dalil kedua dan ketiga:

2. DALIL KEDUA:

 Sebagaimana yang ada di dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Aisyah radhiyallahu 'anha ketika dia haidh dalam keadaan ihram untuk umrah:

إفعلي ما يفعل الحاج غير أن لا تطوفي بالبيت حتى تطهري

"Lakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang yang haji, kecuali janganlah kamu thawaf di Ka'bah sampai kamu suci."

Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:

فلما كان يوم النحر طهرتُ

"Maka ketika hari Nahar (Idul Adha) aku suci."

Dan di dalam Shahih Bukhari, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada Aisyah radhiyallahu 'anha:

إنتظري فإذا طهرتِ فاخرجي إلى التنعيم

"Tunggulah, maka apabila kamu telah suci, maka keluarlah menuju ke Tan'im."

 
Perhatikan, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan batasan haidh sampai SUCI, dan beliau tidak membatasi dengan waktu tertentu (yakni tidak mengatakan sampai 6 hari, atau sampai 7 hari, pen.)

Maka ini menjadi dalil, bahwa hukum haidh tergantung pada adanya darah dan berhentinya darah.

3. DALIL KETIGA:

Bahwa batasan waktu haidh yang disebutkan oleh sebagian ulama fiqih, tidak ada dalilnya baik dari Al-Qur'an maupun sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, padahal masalah ini penting, bahkan sangat penting untuk dijelaskan, karena pentingnya hukum-hukum
yang berkenaan dengan haidh, seperti shalat, puasa, nikah, talak, dan lain-lain.

Sebagaimana Allah dan Rasul-Nya telah menjelaskan hukum-hukum yang lain dengan jelas, seperti jumlah shalat, waktu-waktunya, ruku' dan sujudnya. Juga telah menjelaskan tentang zakat, hartanya, nishabnya, presentasenya, dan siapa saja yang berhak menerimanya.
Begitu pula puasa, telah dijelaskan lamanya dan waktunya.
Juga haji, dan lainnya.

Sampaipun tentang adab makan, minum, jima', duduk, masuk rumah, keluar rumah.
Bahkan adab buang hajat, sampai pada cara dan jumlah ketika melakukan istijmar (istinja dengan menggunakan batu, pen.)

Sehingga semua perkara kecil maupun besar, semua sudah dijelaskan secara terperinci dalam syariat Islam, dengan demikian, Allah telah menyempurnakan agama Islam, dan telah menyempurnakan nikmat kepada kaum mukminin, sebagaimana firman Allah ta'ala:

{وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ ...} [النحل : 89]

"Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab yang menjelaskan segala sesuatu." (QS. An-Nahl: 89)

Maka ketika tidak ada ketentuan dan penjelasan dalam kitabullah dan tidak ada pula dalam sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka tidak boleh mentakwil, kalaupun boleh mentakwil tentang haidh ini, yang mana hukum syar'i menggantungkan pada 'ada' dan 'tidak adanya' darah yang keluar, inilah DALIL.

Yakni, jika tidak disebutkan hukum dalam Al-Kitab maupun sunnah, maka menjadi dalil tidak ada hukumnya.

Hal itu bermanfaat untuk anda, berkenaan dengan masalah ini atau untuk permasalahan lainnya, karena hukum-hukum syar'i tidak ditetapkan, kecuali dengan dalil yang bersumber dari:

  • Kitabullah Al-Qur`an
  • Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, atau
  • Ijma' ulama, atau
  • Qiyas yang shahih

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kaidah beliau:

"Dan masalah haidh, di mana Allah menggantungkan berbagai hukum karenanya, telah dijelaskan dalam Al-Kitab dan sunnah, dan tidak dijelaskan batasan minimal dan maksimal lamanya haidh, maka barang siapa membatasi lamanya haidh, maka dia telah menyelisihi Al-Kitab dan sunnah."

4. DALIL KEEMPAT bersambung in sya Allah

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab hafizhahallah pada Selasa, 26 Shafar 1437 H / 8 Desember 2015




● http://annisaa.salafymalangraya.or.id
● http://bit.ly/NisaaAsSunnah

 

Nisaa` As-Sunnah
Lebih baru Lebih lama