Kitab Fiqh Al Mar'atul Muslimah (Pertemuan 54): HUKUM-HUKUM BAGI WANITA HAIDH

HUKUM-HUKUM BAGI WANITA HAIDH


KAJIAN  FIQIH
Dari kitab:
Fiqh Al-Mar`ah Al-Muslimah
Penulis: Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى أله وصحبه ومن والاه، أما بعد:


Saudaraku seiman, semoga rahmat Allah dilimpahkan kepadaku dan kepada kalian semua.

Pekan ini kita sampai pada pembahasan:

HUKUM-HUKUM BAGI WANITA HAIDH

Bagi wanita haidh ada banyak hukum-hukum, bahkan lebih dari 20 hukum,  di sini kami hanya menjelaskan sebagian saja yang banyak dibutuhkan, yaitu sebagai berikut:

1. SHALAT

Wanita haidh haram mengerjakan shalat fardhu maupun shalat sunnah, dan tidak SAH shalat yang dikerjakan mereka yang sedang haidh.
kecuali jika mereka mendapati waktu shalat, meskipun tersisa waktu hanya untuk satu raka'at, maka mereka wajib shalat di waktu tersebut (jika mereka sudah suci, pen.), mereka dapati waktu itu baik di awal waktu maupun di akhirnya.
Contoh :
Mendapati di AWAL waktu:
Seorang wanita datang haidhnya setelah matahari tenggelam, yakni awal waktu Maghrib, kira-kira satu raka'at.

keterangan pen.:

Ketika masuk waktu Maghrib dia belum haidh, tapi dia tidak langsung shalat Maghrib, setelah orang-orang shalat Maghrib kira-kira dapat satu raka'at, barulah datang haidhnya.
(selesai keterangan pen.)

Maka dia dihukumi wajib qadha shalat Maghrib ketika sudah suci dari haidh, sebab dia telah mendapati waktu Maghrib meskipun hanya satu raka'at.

Contoh mendapati di AKHIR waktu:
Seorang wanita SUCI dari haidh sebelum terbit matahari kira-kira satu raka'at shalat Fajar/Shubuh, maka dia WAJIB shalat Fajar/Shubuh, sebab dia telah mendapati waktu Shubuh dalam keadaan sudah suci dari haidh, meskipun hanya tersisa waktu satu raka'at.

Akan tetapi jika dia mendapati waktu KURANG dari satu raka'at, misalnya pada contoh pertama di atas, datang haidh persis ketika adzan Maghrib, atau suci ketika hampir terbit matahari, maka dia TIDAK WAJIB shalat di waktu-waktu tersebut.
Wajibnya mengqadha shalat, ini berdasarkan dalil berikut :

Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,

من أدْرَكَ رَكْعَةًمِنَ الصَّلاَةِ فَقَدْ أدْرَكَ الصَّلاَةَ

"Barangsiapa mendapati (waktu) sekedar satu raka'at shalat, maka dia telah mendapati (wajibnya) shalat tersebut." (HR. Bukhari Muslim)

KETERANGAN PEN.:

Dalam hukum QADHA SHALAT bagi wanita haidh seperti penjelasan di atas, terdapat KHILAF/PERSELISIHAN pendapat di kalangan para ulama رحمهم الله.
Seperti yang pernah kita kaji sebelumnya dari kitab
Tanbihat, pada bab 3 tentang Hukum Haidh, Nifas, dan Istihadhah.

"Apabila wanita telah suci dari haidh, maka wajib baginya qadha puasa Ramadhan dan tidak wajib qadha shalat, berdalilkan perkataan Aisyah رضي الله عنها,

كُنَّا نحيض على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فًكُنَّ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نَؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ

"Kami (kaum wanita) mengalami haidh di masa Rasulullah صلى الله عليه وسلم, maka kami diperintah mengqadha puasa dan kami tidak diperintah mengqadha shalat." (HR. Bukhari Muslim)

Begitu juga dalam permasalahan berikut ada KHILAF di kalangan ulama' رحمهم الله
selesai keterangan pen.)

Apabila wanita suci dari haidh, pada waktu Ashar, apakah dia wajib shalat ZHUHUR dan ASHAR.
Dan apabila suci di waktu Isya', apakah wajib shalat MAGHRIB dan ISYA'

Permasalahan ini terdapat khilaf di kalangan ulama', yang benar bahwa dia TIDAK WAJIB shalat, kecuali waktu yang dia dapati, yakni jika dia suci waktu Ashar, dia hanya wajib shalat Ashar; Jika suci di waktu Isya' maka hanya wajib shalat Isya'. Dalilnya :
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْعًصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْربَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْر

"Barangsiapa yang mendapati (waktu) satu raka'at Ashar sebelum tenggelamnya matahari, maka dia telah mendapati (kewajiban) shalat Ashar." (HR. Bukhari Muslim)

Yakni Nabi صلى الله عليه وسلم tidak mengatakan "Dia telah mendapati (kewajiban) shalat Zhuhur dan Ashar." Yakni tidak disebutkan bahwa dia wajib shalat Zhuhur juga, dan ini adalah madzhab Abu Hanifah dan Malik, yang diriwayatkan dari keduanya dalam kitab Syarhul Muhadzab 3/70.

KETERANGAN PEN.:

Dalam kitab Tanbihat yang lalu telah kita kaji, bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata dalam Majmu' Al-Fatawa 22/434:
"Jumhur ulama', seperti Imam Malik, Asy-Syafi'i, dan Ahmad berpendapat, jika wanita haidh telah suci di akhir siang atau sore, maka hendaklah shalat Zhuhur dan Ashar, dan jika suci di akhir malam, hendaknya shalat Maghrib dan Isya'. Sebab, dua waktu tersebut boleh menjamak shalat bagi mereka yang mendapat uzur."

Akhawati fillah, khilaf di kalangan ulama' terutama dalam hukum fiqih adalah hal yang biasa.
Sebagai thalibul ilmi seharusnya tidak membuat kita bingung seperti keadaan orang-orang awam. Maka kita boleh memilih salah satu dari pendapat-pendapat para ulama' tersebut yang lebih mantap beserta dalilnya.
(Selesai keterangan pen.)

Adapun membaca:

  • Dzikir: Takbir, tasbih, tahmid, membaca basmalah ketika makan dan selainnya
  • Membaca kitab hadits, fiqih, tafsir
  • Berdo'a, mengaminkan do'a, mendengar bacaan Al-Qur'an

Semua itu BOLEH dan tidak diharamkan bagi wanita haidh.

Dalilnya, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم membaca Al-Qur'an sambil tidur di pangkuan Aisyah رضي الله عنها, dalam keadaan dia sedang haidh. (HR. Bukhari Muslim)

Bersambung in sya Allah


Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 2 Rabi'ul Akhir 1437 H / 12 Januari 2016


http://annisaa.salafymalangraya.or.id

Channel Telegram
http://bit.ly/NisaaAsSunnah



Nisaa` As-Sunnah
Lebih baru Lebih lama