Kitab Fiqh Al Mar'atul Muslimah (Pertemuan 55): Yang Utama bagi Wanita Haidh: Tidak Membaca Al-Qur`anul Karim dengan Diucapkan Secara Lisan Kecuali Ada Hajat

Membaca Al Qur'an saat haidh


KAJIAN  FIQIH 
Dari kitab:
Fiqh Al-Mar`ah Al-Muslimah
Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:



Saudaraku seiman, semoga rahmat Allah dilimpahkan kepadaku dan kepada kalian semua. Amin.

Melanjutkan kajian fiqih wanita, kita sampai pada pembahasan 'Hukum-Hukum Bagi Wanita Haidh', masih pada no 1, yakni:

HARAM SHALAT BAGI WANITA HAIDH 

Dalam Shahih Bukhari Muslim, dari Ummu 'Athiyyah رضي الله عنها, bahwa dia mendengar Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,



يَخْرُجُ الْعَوَاتِقُ وَذَوَاتُ الْخُدُوْرِ والْحُيَّضُ - يعني إِلَى صَلاَةِ الْعِيْدَيْنِ -وَالْيَشْهَدَنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَيَعْتَزِلُ الْحُيٌَض الْمُصَلَّى


"(Hendaknya) keluar para wanita, gadis-gadis pingitan, dan wanita-wanita yang sedang haidh - yakni keluar ke tempat shalat dua hari raya - dan hendaklah mereka ikut menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum mukminin, dan hendaklah wanita-wanita yang sedang haidh MENJAUH dari tempat shalat." (HR. Bukhari Muslim)


KETERANGAN PEN.:

Nampak jelas dalam hadits di atas, dan juga menjadi dalil bahwa wanita yang sedang haidh:


  • dilarang/haram shalat,
  • harus menjauh dari tempat shalat.


Sehingga hadits di atas juga dijadikan dalil bagi yang berpendapat bahwa wanita haidh dilarang 'masuk ke dalam masjid', wal 'ilmu 'indallah. (selesai keterangan pen.)

Adapun hukum wanita haidh MEMBACA AL-QUR`AN:

Apabila dia membaca dengan 'pandangan mata', atau membaca 'di dalam hati' TANPA mengucapkan dengan lisan, maka hukumnya BOLEH.

Berkata Al-Imam An-Nawawi dalam Syarh Al-Muhadzdzab (2/372),

"boleh, dan hal ini tidak ada khilaf. Adapun jika membaca Al-Qur`an diucapkan dengan lisan, maka jumhur ulama melarang, yakni tidak boleh."

Berkata Al-Bukhari dan Ibnu Jarir Ath-Thabari serta Ibnul Mundzir,

"Diriwayatkan dari Malik dan dari Asy-Syafi'i, sebagai pendapat ulama' yang dahulu, diriwayatkan dari keduanya dalam kitab Fathul Bari (1/408), Al-Bukhari menyebutkan secara ta'liq dari Ibrahim An-Nakha`i: "tidak mengapa, yakni boleh membaca ayat."

Adapun yang berpendapat bolehnya membaca Al-Qur`an, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, beliau berkata dalam Al-Fatawa Ibnu Qasim 26/191,

"Tidak ada dalam sunnah adanya larangan membaca Al-Qur`an.

Adapun hadits yang berbunyi:



لاَ تَقْرَأُ الْحاَئِض وَلاَ الْجُنُبُ شَيْئاً مِنَ الْقُرْآنِ



"Wanita haidh dan orang junub tidak boleh membaca sedikitpun dari Al-Qur`an." (HR. Tirmidzi, dan didhaifkan oleh Al-AlBani. Hadits dhaif sesuai kesepakatan ulama ahlul hadits)


Para wanita juga mengalami haidh di masa Nabi صلى الله عليه وسلم, andaikata wanita haidh diharamkan membaca Al-Qur'an seperti halnya shalat, maka pasti sudah dijelaskan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم kepada umatnya, juga beliau ajarkan kepada ummahatul mukminin, jika ada nash pasti telah dinukil oleh para ulama, maka jika tidak ada seorangpun yang menukil dari Nabi صلى الله عليه وسلم tentang adanya larangan dalam hal itu, maka tidak boleh menghukumi haram, padahal diketahui bahwa tidak ada larangan dalam hal itu, maka jika tidak dilarang, padahal banyak wanita mengalami haidh di masa beliau, itu artinya tidak haram." (selesai)


Setelah kita ketahui adanya PERSELISIHAN pendapat di atas, maka kami (yakni penulis kitab, Asy-Syaikh Shalih bin Utsaimin رحمه الله) berpendapat:

"Sebaiknya dikatakan, bahwa yang utama bagi wanita haidh: tidak membaca Al-Qur`anul Karim dengan diucapkan secara lisan, KECUALI,

  • ketika ada hajat/kepentingan, seperti:
  • seorang guru qira'ah yang harus mentalkin ayat-ayat Al-Qur`an kepada murid-muridnya, atau
  • ketika ikhtibar/ujian Al-Qur`an, maka murid harus membaca ayat-ayat Al-Qur`an untuk kelulusan ujiannya, atau semisal itu.


Maka ketika di waktu-waktu tersebut di atas, boleh bagi wanita haidh membaca Al-Qur`an."

2. HARAM PUASA BAGI WANITA HAIDH


Bersambung in sya Allah


Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 16 Rabi'ul Akhir 1437 H / 26 Januari 2016

===============

Akhawati fillah, jika ada yang belum dipahami dari keterangan dars fiqih di atas, silakan dicatat untuk kemudian ditanyakan ketika jadwal Tanya Jawab. Barakallahu fikunna.




http://annisaa.salafymalangraya.or.id

Channel Telegram
http://bit.ly/NisaaAsSunnah



Nisaa` As-Sunnah
Lebih baru Lebih lama