Kitab Fiqh Al Mar'atul Muslimah (Pertemuan 57): GUGURNYA THAWAF WADA' BAGI WANITA HAIDH

GUGURNYA THAWAF WADA' BAGI WANITA HAIDH


KAJIAN  FIQIH
Dari kitab:
Fiqh Al-Mar`ah Al-Muslimah
Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:



Saudaraku seiman, semoga Rahmat Allah dilimpahkan kepadaku dan kepada kalian semua.

Kita lanjutkan kajian kitab fiqih, masih pada pembahasan 'Apa Saja yang Haram Dilakukan Wanita Ketika Haidh', kita masuki sekarang poin keempat:


4. GUGURNYA THAWAF WADA' BAGI WANITA HAIDH


Apabila seorang wanita telah menyempurnakan manasik haji dan umrah, lalu dia haidh sebelum keluar (dari Makkah) untuk pulang ke negaranya, dan darah haidh terus keluar
sampai waktu dia harus keluar dari Makkah, maka dia boleh keluar tanpa thawaf wada'.

Dalilnya:
Hadits Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata,


أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُوْنَ آخِرَ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ، إلاَّ أنَّهُ خفِّفَ عَنِ الْمَرْأَةِ الْحَائِضِ

"Manusia (ketika haji) diperintahkan yang terakhir (sebelum meninggalkan Makkah) untuk melakukan thawaf wada', kecuali diberikan keringanan bagi wanita yang sedang haidh." (HR. Bukhari Muslim)


Dan tidak disunnahkan bagi wanita haidh ketika akan meninggalkan Makkah untuk datang ke pintu Masjidil Haram dan berdoa,  sebab hal itu tidak ada dalilnya dari Nabi صلى الله عليه وسلم, sedangkan ibadah itu dibangun berdasar dalil, bahkan yang ada adalah dalil dari Nabi صلى الله عليه وسلم justru yang menyelisihi hal itu, yakni kisah Shafiyyah رضي الله عنها ketika datang haidhnya setelah melakukan Thawaf Ifadhah, maka Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda kepadanya,


فَلْتَنْفِرْ إِذَنْ

"Maka kalau begitu hendaknya dia (langsung) meninggalkan (Makkah)." (HR. Bukhari Muslim)


Beliau صلى الله عليه وسلم tidak memerintahkan Shafiyyah رضي الله عنها untuk mendatangi pintu masjid, andaikata hal itu disyariatkan pasti beliau sudah menjelaskan.

Adapun thawaf haji dan umrah tidak gugur bagi wanita haidh, akan tetapi tetap wajib bagi dia untuk thawaf ketika telah suci dari haidh.


4. GUGURNYA THAWAF WADA' BAGI WANITA HAIDH (hal.83)


5. HARAM DIAM MENETAP DI DALAM MASJID


Haram bagi wanita haidh untuk duduk berdiam di dalam masjid, bahkan mushalla Ied haram bagi wanita haidh untuk berdiam di situ.

Dalilnya:

Hadits Ummu 'Athiyyah رضي الله عنها, bahwa dia mendengar Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,


يَخْرُجُ الْعَوَاتِقُ وَ ذَوَاتِ الْخُدُوْرِ وَ الْحُيَّضُ

"Hendaklah keluar (ke tempat shalat Ied) wanita-wanita yang hampir baligh, gadis-gadis pingitan, dan wanita-wanita haidh."


Kemudian beliau lanjutkan dalam sabdanya,


يَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ الْمُصَلَّى

"Hendaklah wanita haidh menjauh dari mushalla." (HR. Bukhari Muslim)

5. HARAM DIAM MENETAP DI DALAM MASJID (hal.84)



6. HARAM JIMA'


Haram bagi suami untuk berjima' dengan istrinya yang sedang haidh, dan wanita juga haram bila sengaja menarik minat suami untuk berjima' dengannya.

Berdasarkan firman Allah ta'ala,


{وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ } [البقرة : 222]

"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh, katakanlah ia adalah kotor, maka jauhilah wanita ketika haidh dan jangan kalian dekati mereka (jangan berjima' dengannya) sampai mereka suci." (QS. Al-Baqarah: 222)


Yang dimaksud dengan haidh dalam ayat di atas adalah:

  • waktu hari-hari haidh, dan
  • tempat keluarnya darah haidh/farji


Berdalilkan hadits Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,


إِصْنَعُوْا كُلَّ شَيْءٍ إِلاَّ النِّكَاح، يَعْنِي الْجِمَاع

"Lakukanlah oleh kalian segala sesuatu kecuali nikah, yakni jima'." (HR. Muslim)


Dan karena kaum muslimin telah sepakat tentang haramnya berjima' dengan wanita haidh dalam farjinya.

Maka tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk melakukan perkara yang mungkar ini, yang telah jelas dalil dilarangnya baik dari Al-Qur'an maupun sunnah Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم, juga dari kesepakatan kaum muslimin, maka barangsiapa yang melanggarnya, berarti telah menentang Allah dan Rasul-Nya, dan telah mengikuti selain jalan kaum muslimin.

Di dalam kitab Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, hal.374 disebutkan bahwa Imam Asy-Syafi'i berkata,

"Barang siapa melakukan hal itu, maka sungguh dia telah melakukan dosa besar."

Yang lain berpendapat:

"Barangsiapa menghalalkan berjima' dengan wanita haidh, dia dihukumi kufur."
Selesai keterangan Imam An-Nawawi رحمه الله تعالى.

Walhamdulillah karena telah dibolehkan untuk melampiaskan nafsu syahwat selain jima', seperti:

  • mencium,
  • berpelukan, dan
  • menggauli istri pada selain farji.


Tapi yang utama adalah, hendaknya jangan menggauli istri di antara pusar dan lutut kecuali ada kain pembatas/penutup.

Berdalilkan perkataan Aisyah رضي الله عنها:


كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُنِيْ فَأَتَّزأرُ فَيُبَاشِرُنِيْ وَ أنَا حَائِضٌ

"Adalah Nabi صلى الله عليه وسلم biasa memerintahku untuk memakai sarung, lalu beliau menggauli aku, dalam keadaan aku sedang haidh." (HR. Bukhari Muslim)


6. HARAM JIMA' (hal.84)



7. TALAK

Bersambung in sya Allah



Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 30 Rabi'ul Akhir 1437 H / 9 Februari 2016


Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars kitab Fiqh Al-Mar`ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi website kami
http://annisaa.salafymalang.or.id

Channel Telegram
http://bit.ly/NisaaAsSunnah



Nisaa` As-Sunnah
Lebih baru Lebih lama