KAJIAN FIKIH
Dari kitab:
AL-FIQHU AL-MUYASSAR
(FIKIH PRAKTIS)
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:
Akhawati fillah semoga rahmat Allah dicurahkan untukku dan untuk kalian semua.
Kita lanjutkan kajian fikih sampai pada bagian ketiga:
AIR APABILA TERCAMPUR DENGAN NAJIS
Air apabila tercampur dengan najis, lalu berubah salah satu dari tiga sifatnya air:
1. Baunya
2. Rasanya
3. Warnanya
maka air tersebut menjadi NAJIS menurut kesepakatan ijma, tidak boleh memakainya, tidak bisa menghilangkan hadats, dan tidak bisa untuk membersihkan najis, sama saja hukumnya baik air itu sedikit maupun banyak.
Adapun jika air itu tercampur dengan najis, tapi tidak berubah salah satu dari sifat air, maka jika airnya BANYAK, maka hukum air tersebut tetap SUCI dan bisa dipakai untuk taharah/bersuci. Tapi jika airnya SEDIKIT, maka hukumnya NAJIS dan tidak bisa dipakai untuk bersuci.
Batasan air yang banyak adalah lebih dari 2 QULLAH.
Keterangan makna qullah
Qullah artinya gentong.
bentuk jamaknya adalah قُلَلٌ dan قُلاَلٌ.
Ukurannya sama dengan 93,075 sha, sama dengan 160,5 liter air
2 qullah, kurang lebih sama dengan 5 qirab (tempat air dari kulit yang biasa dibawa musafir zaman dahulu).
Adapun batasan air sedikit yang kurang dari itu.
Dalilnya:
Hadits Abu Sa'id Al-Khudri رضي الله عنه berkata, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
إِنَّ الْمَآءَ طَهُوْرٌ لاَ يُنَجِسُهُ شَيْء
"Sesungguhnya air itu suci, tidak ada sesuatu yang menajiskannya." (HR. Ahmad dalam Musnadnya 3/15, Abu Dawud no 61, An-Nasa`i no. 277, dan At-Tirmidzi no. 66)
Dan hadits Ibnu Umar رضي الله عنهما, bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
إِذَا بَلَغَ الْمَآءُ قَلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ
"Apabila air mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung najis." (HR. Ahmad 2/27, Abu Dawud no. 63, At-Tirmidzi no. 67 dan An-Nasa'i no. 52, dan Ibnu Majah no. 517)
Bagian keempat:
AIR JIKA TERCAMPUR DENGAN SESUATU YANG SUCI
Air jika tercampur dengan sesuatu yang suci, seperti:
Daun-daun pohon, atau
sabun, atau
al-usynan (sabun tangan, atau pasta gigi)
bidara, atau
benda-benda suci lainnya.
Dan air tersebut tidak didominasi oleh benda yang mencampurinya, maka pendapat yang benar, bahwa air tersebut SUCI dan boleh dipakai untuk bersuci dari hadats dan najis, karena Allah ta'ala berfirman,
{وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ } لنساء : 43
"Dan jika kalian sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau kalian menyentuh wanita, kemudian kalian tidak mendapati air, maka bertayammumlah kalian dengan debu yang suci, dan usaplah wajah kalian dan tangan kalian." (QS. An-Nisa`: 43)
Juga berdalilkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada para wanita yang memandikan jenazah putri beliau,
اِغْسِلْنَهَا ثَلاَثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ بِمَآءٍ وَسِدْرٍ، وَاجْعَلْنَ فِيْ الْآخِرَةِ كَافُوْرًا، أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُوْرٍ.
"Mandikanlah dia tiga kali atau lima kali atau lebih dari itu jika menurut kalian harus demikian, dengan air dan daun bidara, dan gunakan pada basuhan terakhir dengan kapur barus atau sedikit dari kapur barus."
(HR. Bukhari Muslim)
HUKUM AIR MUSTA'MAL DALAM TAHARAH
Bersambung insya Allah
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada hari Rabu, 4 Syaban 1437 H / 11 Mei 2016 M
Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan ketika jadwal Tanya Jawab hari Kamis dan Jumat awal bulan depan.
Barakallahu fikunna
Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars kitab Al-Fiqhu Al-Muyassar, silakan mengunjungi:
Website
●
http://annisaa.salafymalangraya.or.id
Channel Telegram
● http://bit.ly/nisaaassunnah
● http://bit.ly/fiqihmukminah
Nisaa` As-Sunnah