KAJIAN FIKIH
Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah
Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:
PERMASALAHAN KEDUA:
2. Seseorang melakukan jimak dua kali di hari yang sama pada bulan Ramadhan, bagaimana kaffarahnya?
Jawaban:
Ada dua pendapat:
1. Apabila yang pertama sudah dibayar kaffarahnya, maka yang kedua wajib dibayar kaffarahnya juga. Akan tetapi jika yang pertama belum dibayar kaffarah, maka cukup hanya satu kali kaffarah, sebab yang mewajibkan kaffarah adalah sama (yakni karena jimak) dan di hari yang sama pula.
Pendapat kedua:
2. Tidak wajib membayar kaffarah yang kedua, sebab hari itu puasanya sudah batal dengan jimaknya yang pertama, meskipun setelah batal dia wajib menahan diri tapi bukan berarti dia dianggap berpuasa di hari itu, dan karena wajib kaffarah jika dia merusak puasanya yang sesungguhnya (bukan puasa karena dia harus menahan diri setelah batal puasanya). Ini adalah pendapat yang pantas diperhitungkan, yakni ada kebenarannya.
PERMASALAHAN KETIGA:
3. Seorang musafir tidak berpuasa lalu dia kembali ke negaranya di siang hari Ramadhan.
Jawaban:
Menurut pendapat yang benar, dia boleh melakukan jimak, sebab hari itu menjadi haknya untuk tidak berpuasa sehingga tidak haram baginya untuk melakukan jimak. Begitu pula orang sakit yang sembuh, dan wanita haid yang suci di siang hari bulan Ramadhan.
PERMASALAHAN KEEMPAT:
4. Seseorang jimak ketika sehat, kemudian sakit atau gila, atau ketika mukim lalu safar.
Jawaban:
Wajib kaffarah meskipun kemudian dia boleh berbuka puasa karena sakit atau karena safar.
Karena ketika melakukan jimak dia termasuk orang yang tidak boleh berbuka puasa, maka oleh karena itu dia wajib membayar kaffarah.
PERMASALAHAN KELIMA:
5. Tidak wajib kaffarah bagi orang yang jimak ketika sedang berpuasa di luar bulan Ramadhan, seperti ketika puasa sunnah, puasa nadzar, atau puasa kaffarah karena melanggar sumpah.
PERMASALAHAN KEENAM:
6. Kaffarah wajib ketika jimak meskipun tidak keluar mani, selama telah masuk kepala zakar ke dalam farji (atau bertemu dua yang di-khitan, pen.).
•••━══ ❁✿❁ ══━•••
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 26 Jumadil Awwal 1441 H / 21 Januari 2020 M.
Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.
Barakallahu fikunna
#NAFiqih #NAFQ207
===================
4. Seseorang jimak ketika sehat, kemudian sakit atau gila, atau ketika mukim lalu safar.
Jawaban:
Wajib kaffarah meskipun kemudian dia boleh berbuka puasa karena sakit atau karena safar.
Karena ketika melakukan jimak dia termasuk orang yang tidak boleh berbuka puasa, maka oleh karena itu dia wajib membayar kaffarah.
PERMASALAHAN KELIMA:
5. Tidak wajib kaffarah bagi orang yang jimak ketika sedang berpuasa di luar bulan Ramadhan, seperti ketika puasa sunnah, puasa nadzar, atau puasa kaffarah karena melanggar sumpah.
PERMASALAHAN KEENAM:
6. Kaffarah wajib ketika jimak meskipun tidak keluar mani, selama telah masuk kepala zakar ke dalam farji (atau bertemu dua yang di-khitan, pen.).
•••━══ ❁✿❁ ══━•••
Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 26 Jumadil Awwal 1441 H / 21 Januari 2020 M.
Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.
Barakallahu fikunna
#NAFiqih #NAFQ207
===================
Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Channel Telegram
Website
Tags:
NAFiqih