BOLEHKAH MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH DALAM BENTUK UANG?




 BOLEHKAH MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH DALAM BENTUK UANG?



🔸 Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal ini.


 1⃣ Tidak boleh mengeluarkan dalam bentuk uang.


Ini adalah pendapat Malik, asy-Syafi’i, Ahmad, dan Dawud. Alasannya:


▪️syariat telah menyebutkan apa yang mesti dikeluarkan sehingga tidak diperbolehkan menyelisihinya.


▪️ zakat juga tidak lepas dari nilai ibadah, maka bentuknya harus mengikuti perintah Allah subhanahu wa ta’ala.


▪️ jika ditunaikan dengan uang, akan membuka peluang untuk menentukan sendiri harganya. Karena itu, lebih selamat jika selaras dengan apa yang disebutkan dalam hadits.



🖊 An-Nawawi mengatakan,


“Ucapan-ucapan asy-Syafi’i sepakat bahwa zakat tidak boleh dikeluarkan dengan nilainya (uang).” (al-Majmu’, 5/401)



🖊 Abu Dawud mengatakan, “Aku mendengar Imam Ahmad ditanya, 

‘Bolehkah saya memberi uang dirham –yakni dalam zakat fitrah?’


Beliau menjawab, ‘Saya khawatir tidak sah, menyelisihi Sunnah Rasulullah’.”



🖊 Ibnu Qudamah mengatakan,

 “Yang tampak dari mazhab Ahmad ialah tidak boleh mengeluarkan uang dalam hal zakat.” (al-Mughni, 4/295)



✅ Pendapat ini pula yang dipilih oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, dan Syaikh Shalih al-Fauzan. (lihat Fatawa Ramadhan, 2/918—928)



2⃣ Boleh mengeluarkannya dalam bentuk uang yang senilai dengan zakat yang wajib dia keluarkan, dan tidak ada bedanya antara keduanya.


Ini adalah pendapat Abu Hanifah. (al-Mughni, 4/295; al-Majmu’, 5/402; Badai’ ash-Shanai’, 2/205; Tamamul Minnah, hlm. 379)



☑️ Pendapat pertama itulah yang kuat.


Atas dasar itu, apabila seorang muzakki (yang mengeluarkan zakat) memberikan uang kepada amil, amil diperbolehkan menerimanya jika posisinya sebagai wakil dari muzakki. 

Selanjutnya, amil tersebut membelikan beras—misalnya—untuk muzakki dan menyalurkannya kepada orang-orang fakir dalam bentuk beras, bukan uang.


🔸 Namun, sebagian ulama membolehkan mengganti harta zakat dalam bentuk uang dalam kondisi tertentu, tidak secara mutlak. 

Keadaan tersebut ialah ketika hal itu lebih bermaslahat bagi orang-orang fakir dan lebih memudahkan bagi orang kaya.


🖊 Ini merupakan pilihan Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan,


“Boleh mengeluarkan uang dalam zakat apabila ada kebutuhan dan maslahat. Contohnya, seseorang menjual hasil kebun atau tanamannya. 

Jika ia mengeluarkan zakat 1/10 (sepersepuluh) dari uang dirhamnya, zakatnya sah. 

Ia tidak perlu membeli kurma atau gandum terlebih dahulu. 

Imam Ahmad telah menyebutkan kebolehannya.” (Dinukil dari Tamamul Minnah, hlm. 380)



🖊 Beliau juga mengatakan dalam Majmu’ Fatawa (25/82—83),


“Yang kuat dalam masalah ini bahwa tidak boleh mengeluarkan uang tanpa kebutuhan dan tanpa maslahat yang kuat …. 

Sebab, jika diperbolehkan mengeluarkan uang secara mutlak, bisa jadi si pemilik akan mencari jenis-jenis yang jelek. 

Bisa jadi pula, dalam penentuan harga terjadi sesuatu yang merugikan… 

Adapun mengeluarkan uang karena kebutuhan dan maslahat atau untuk keadilan, tidak mengapa….”


☑️ Pendapat ini dipilih oleh Syaikh al-Albani sebagaimana disebutkan dalam kitab Tamamul Minnah (hlm. 379—380).


❗️Yang perlu diperhatikan, ketika memilih pendapat ini, harus sangat diperhatikan sisi maslahat yang disebutkan di atas dan tidak boleh sembarangan dalam menentukannya yang akan berakibat menggampangkan masalah ini.







•┈┈┈┈•✿❁•••❁✿• ┈┈┈┈•


📬 Diposting ulang hari Jum'at, 25 Ramadhan 1442 H / 7 Mei 2021 M






🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀












 

Lebih baru Lebih lama