Kitab Fiqh Al Mar'atul Muslimah (Pertemuan 44): SYARAT-SYARAT SAHNYA TAYAMUM


syarat-syarat sah tayamum

 

KAJIAN FIQIH

Dari kitab:

Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah

Penulis:

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

 

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد :

أخواتي في الله رحمني ورحمكم الله


SYARAT-SYARAT SAHNYA TAYAMUM

1. Masuk waktu
 

Telah masuk waktu atau 'ibahatun nafilah', hal ini berdasarkan pendapat yang menyatakan bahwa dengan tayamum boleh shalat meskipun hadats tidak terangkat/hilang, maka tayamum ini dibatasi karena dharuri, yakni hanya di waktu shalat.

'Ibahatun nafilah', yakni boleh tayamum untuk melakukan shalat-shalat sunnah, selama bukan di waktu terlarang, maka jika di waktu terlarang tidak boleh tayamum untuk melakukan shalat sunnah, hal ini berdasarkan pendapat bahwa tayamum boleh, tapi tidak bisa mengangkat hadats.
 

Tapi pendapat yang benar, bahwa tayamum itu juga mengangkat/menghilangkan hadats, maka:

Tayamum dilakukan di waktu apa saja sah hukumnya, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya (karena tayamum pengganti wudhu, maka, sebagaimana wudhu dapat mengangkat hadats begitu juga tayamum dapat mengangkat hadats juga, pen)

Kesimpulannya:
Shalat fardhu maupun shalat sunnah dengan tayamum hukumnya sah.

2. TIDAK ADA AIR

Tidak ada air, baik ketika di rumah maupun ketika dalam perjalanan/safar.

Atau jika ada air, tapi harganya sangat mahal melebihi harga normal, meskipun dia mempunyai banyak uang, maka ini dihukumi seperti tidak ada air sehingga sah untuk tayamum, mereka menghukumi harga yang sangat mahal itu sama seperti 'tidak ada air'.

Yang benar:
Apabila seseorang ada kemampuan untuk membeli air tersebut, maka WAJIB dia membelinya berapapun harganya, dalilnya firman Allah ta'ala:




{...فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً ...َ}


[المائدة : 6]


"Maka kalian tidak mendapati air."
(QS. Al-Maidah: 6)


 

Allah ta'ala menentukan syarat bolehnya tayamum jika tidak ada air, sedangkan air ketika itu ada meskipun harganya mahal, dan dia mampu membelinya, maka dia wajib berwudhu dengan menggunakan air.

Berbeda jika seseorang tidak punya kemampuan untuk membeli air yang harganya melambung tinggi, maka orang semacam ini dihukumi boleh tayamum.

3. SAKIT

Ketika sakit atau khawatir ada mudharat pada badan jika menggunakan air.
Ini berdalilkan pada keumuman ayat:


{.. وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ...}[المائدة : 6]


"Dan apabila kalian sakit atau dalam perjalanan".
(QS. Al-Maidah: 6)

 

Misalnya, ada luka pada anggota wudhu, atau luka pada seluruh anggota badan ketika mandi, dan khawatir semakin parah sakitnya jika terkena air, maka boleh dia tayamum.

Atau ketika udara sangat dingin, takut dengan air dingin, maka boleh airnya dihangatkan, dan jika tidak ada alat untuk menghangatkan air, maka boleh tayamum, sebab dia khawatir ada mudharat pada badannya.

Dalilnya firman Allah ta'ala:




{...وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا}

[النساء : 29]


"Dan janganlah kalian membinasakan diri kalian, sesungguhnya Allah menyayangi kalian."
(QS. An-Nisa: 29)


 

Sahabat Amr Ibnul Ash رضي الله عنه menggunakan ayat ini sebagai dalil BOLEH tayamum bagi mereka yang wajib mandi, apabila:
  • Udara sangat dingin
  • Khawatir mudharat pada badan jika terkena air

Dalilnya firman Allah ta'ala:



{...وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ ۚ ...}

 [النساء : 29]


"Dan janganlah kalian membinasakan diri kalian."
(QS. An-Nisa: 29)


 

Dan firman Allah ta'ala:

{...وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ ...} [البقرة : 195]


"Dan janganlah kalian jatuhkan diri sendiri dengan tangan-tangan kalian kedalam kebinasaan."
(QS. Al-Baqarah: 195)


Dan firman-Nya:


{...وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ ...}

 [الحج : 78]


"Dan Dia tidak menjadikan untuk kalian pada agama ini  kesulitan."
(QS. Al-Hajj: 78)

 

Khawatir mudharat pada badan termasuk ٌحَرَج

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,


لا ضرر ولا ضرارا


"Jangan memudharatkan dan jangan dimudharatkan."
(HR. Ibnu Majah dan Ahmad)


Bersambung in sya Allah


Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Selasa, 21 Al-Muharram 1437 H / 3 November 2015

 



Nisaa` As-Sunnah
Lebih baru Lebih lama