Tanya-Jawab Nisaa` As-Sunnah 3 (Kamis, 25 Rabi'ul Akhir 1437 H / 4 Februari 2016 M): Membaca Al-Qur'an bagi Wanita Haidh

Membaca Al-Qur'an bagi Wanita Haidh



Kamis, 25 Rabi'ul Akhir 1437 H / 4 Februari 2016 M
Dijawab oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah


PERTANYAAN 1

Bismillah.
Ustadzah dalam Faedah Pagi pernah dibahas tentang membaca Al-Qur'an.
Yang mau ana tanyakan, apakah yang dimaksud dengan lalai ketika membaca Al-Qur'an?
Jazakillahu khairan.

JAWABAN

Lalai ketika membaca Al-Qur'an yakni, tidak mentadabburi apa yang dibaca, tidak memahami isinya apakah itu larangan beserta ancamannya, ataukah itu perintah beserta pahala yang dijanjikan. Sehingga orang yang lalai dari apa yang dibaca dari Al-Qur'an, setelah membaca ayat-ayat tentang larangan Allah, dia mengerjakan apa yang dilarang tersebut. 

Maka orang yang lalai bacaan Al-Qur'annya, tidak menambah hidayah ilmu dan ketaqwaan untuknya. Sehingga di akhirat kelak Al-Qur'an tidak menjadi hujjah baginya tapi sebaliknya, Al-Qur'an menjadi hujjah atas dia, wal 'iyadzu billah.
Barakallahu fiki.

PERTANYAAN 2

Bismillah.
Afwan Ustadzah karena sangat kurangnya ilmu ana, ana mau bertanya.
Dalam kitab fiqih dijelaskan bahwa wanita haid dilarang membaca Al-Qur'an tanpa ada uzur.
Apabila ana mendengarkan murratal dan tanpa sengaja ataupun  sengaja, ana juga mengikuti bacaan tersebut, apakah ana berdosa?
Dan apakah hal itu juga yang ternasuk dilarang?
Jazakillahu khairan atas jawaban Ustadzah.

JAWABAN

Seperti yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Utsaimin رحمه الله dalam dars fiqih yang lalu, bahwa wanita haidh boleh membaca Al-Qur'an dengan 'mata'nya, juga boleh mendengar bacaan Al-Qur'an dengan 'telinga'nya.

Adapun membaca dengan lisannya, boleh ketika ada uzur karena takut lupa hafalannya dan semisalnya.

Jika tanpa ada uzur tapi tidak sengaja menirukan membaca, ini tidak apa-apa.
Dan perlu diketahui bahwa permasalahan ini ada khilaf di kalangan ulama', yakni ada yang membolehkan dan ada yang melarang seperti Asy-Syaikh Utsaimin رحمه الله.
Allahu a'lam wa barakallahu fiki.

PERTANYAAN 3

Bismillah.
Ustadzah hafizhakillah.
Dalam dars kitab fiqih hari Rabu ada pembahasan tentang bahayanya saudara ipar yang terhitung ajnabi/bukan mahram.

Yang akan kami tanyakan:

- Apakah ada pembahasan tentang bahayanya saudara sepupu, karena juga termasuk ajnabi?
Banyak yang bermudah-mudah dengan saudara sepupu karena menganggap mereka sebagai kakak/adik kandung sendiri.
- Bagaimana cara mendidik anak laki-laki usia mumayyiz agar tidak berdekatan dengan sepupunya (yang usia mumayyiz dan baligh) yang berlawanan jenis?
Apalagi sepupu mereka adalah gadis/wanita awam yang terbiasa membuka wajah, bahkan terlihat juga bagian tubuh lainnya.
- Apakah kami berdosa bila membiarkan anak-anak kami ngobrol, bercanda, berkumpul dengan sepupumya yang ajnabi?

Atas jawaban Ustadzah, kami sampaikan jazakillahu khairan.

JAWABAN

- Saudara sepupu/misan termasuk yang 'bukan mahram' seperti dijelaskan dalam Al-Qur'an tentang siapa saja yang menjadi mahram. Tapi bagi orang 'awam' menganggap saudara sepupu itu tidak boleh dinikahi sebab sama dengan saudara sekandung/adik-kakak.
- Maka bagi kita sebagai 'thalibul ilmi' yang telah memahami hukum syariat Islam, hendaknya menasihati anak-anak kita, bahwa sepupu itu bukan mahram, sehingga tidak boleh 'berjabat tangan' jika sudah mumayyiz, tidak boleh berbicara dan berduaan dengan saudara sepupu.
- Tentunya berdosa bagi orang tua yang melihat dan membiarkan hal itu terjadi pada anaknya tanpa memberi nasihat.
Barakallahu fiki.



Nisaa` As-Sunnah
Lebih baru Lebih lama