Tanya-Jawab Nisaa` As-Sunnah 1 (Kamis, 22 Jumadil Akhir 1437 H / 31 Maret 2016 M): Jumhur Ulama' Berpendapat 'Tidak Ada Qadha' Shalat bagi Wanita karena Haidh maupun Nifas.'

jumhur ulama' berpendapat 'tidak ada qadha' shalat bagi wanita karena haidh maupun nifas.'


Kamis, 22 Jumadil Akhir 1437 H / 31 Maret 2016 M

Dijawab oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah


PERTANYAAN 1

Bismillah.
Ustadzah, ana ingin bertanya tentang hukum iddah, apakah sama ketentuan masa iddah bagi wanita yang iddahnya karena suaminya meninggal dengan iddahnya karena perceraian?
Maksud ana ketentuan seperti tidak bolehnya keluar rumah, tidak bolehnya berhias dan yang lainnya.
Jazakillahu khairan atas jawaban Ustadzah.

JAWABAN

Tidak sama antara iddah talak raj'i dengan iddah karena suami meninggal. Iddah karena suami meninggal lebih banyak larangannya, seperti tidak boleh keluar rumah, tidak boleh berhias, dan lainnya, seperti yang sudah dipelajari dari kitab Tanbihat.
Adapun iddah talak raj'i istri boleh berhias, boleh keluar rumah dengan izin suami, sebab istri masih tinggal serumah dengan suami selama masa iddah, hanya yang dilarang adalah menerima lamaran dari laki-laki lain.
Allahu a'lam wa barakallahu fiki.

PERTANYAAN 2

Bismillah.
Ustadzah hafizhakillah.

a. Dalam Faedah Pagi disebutkan bahwa mayoritas penghuni surga adalah orang-orang fakir.
Yang ana tanyakan, bagaimana jika keadaannya fakir tapi tidak melakukan shalat wajib, puasa Ramadhan dan melakukan kebid'ahan?

b. Afwan Ustadzah, ana tidak paham maksud hadits tentang mendahulukan kepentingan saudara. Mendahulukan kepentingan saudara dalam hal apa, Ustadzah?
Apakah itu termasuk kebutuhan sehari-hari meskipun sama-sama serba kekurangan?
Atau dalam hal yang lain? Jazaakillaahu khairan Ustadzah.

JAWABAN

a. Orang fakir yang tidak shalat fardhu, tidak puasa Ramadhan dihukumi kafir dan tempatnya di neraka.
Adapun orang fakir penghuni surga adalah yang mukmin dan sabar dengan kefakirannya di dunia.

b. Mendahulukan kepentingan saudara dari kepentingan diri sendiri seperti dalam Faedah Pagi yakni Abu Sulaiman Ad-Darani رحمه الله mengatakan,
"Andaikata dunia seluruhnya bagiku hanya satu suapan, maka aku lebih suka memberikannya untuk seseorang yang mmbutuhkan."

Maksudnya:
Andaikata aku tidak mempunyai apapun selain hanya satu suapan lalu datang seseorang yang membutuhkannya, maka aku berikan milikku yang hanya satu suapan itu untuk saudara yang membutuhkannya, yakni ini adalah pengamalan dari firman Allah yang memuji orang-orang Anshar yang dengan ikhlas membantu saudara-saudaranya kaum Muhajirin.
Allah ta'ala berfirman,

{...وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ } [الحشر : 9]



"Dan mereka mengabaikan (kebutuhan) diri sendiri meskipun mereka membutuhkan." (QS. Al-Hasyr: 9)



Inilah 'Aitsar' yang dipuji oleh Allah, seperti yang dilakukan kaum Anshar, meskipun mereka membutuhkan tapi mereka lebih mengutamakan untuk memberikan kepada saudaranya kaum Muhajirin yang lebih membutuhkannya.
Barakallahu fiki.

PERTANYAAN 3

Bismillah.
Afwan Ustadzah, mohon dijelaskan makna dari mahram.
Jazakillahu khairan.

JAWABAN

Makna mahram adalah orang yang haram dinikahi.
Barakallah fiki.

PERTANYAAN 4

Bismillah.
Afwan Ustadzah ana belum paham tentang ikhtilath dalam 1 atap yang pernah dibahas dahulu.
Yang ingin ana tanyakan, apakah jika ada tamu bukan mahram bersama keluarganya menginap di rumah ana, itu termasuk ikhtilath 1 atap?
Jazakillahu khairan atas penjelasannya.

JAWABAN

Ikhtilath adalah bercampurnya antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram, terutama jika ikhtilath satu atap, yakni seorang laki-laki tinggal satu atap (serumah) dengan seorang wanita yang bukan mahram, bukan diartikan satu keluarga, yakni suami istri dan anak-anak yang menginap di rumah kita.
Adapun yang terakhir bukan termasuk ikhtilath.
Barakallahu fiki.

PERTANYAAN 5

Bismillah.
Afwan Ustadzah, bolehkah seorang istri mengingatkan suami agar lebih menambah ibadah (shalat malam) daripada (afwan) menuruti syahwat?
Mengingat bahwa kematian semakin dekat sedang amal shalih masih sedikit.
Jazakillahu khairan.

JAWABAN

Saling menasihati merupakan kewajiban suami istri, yakni berdosa istri
yang diam tidak menasihati ketika suami malas beribadah dan lebih menuruti hawa nafsunya, begitu pula sebaliknya. Dan perlu diketahui disamping nasihat secara lisan (lisanul maqal) sampaikan juga nasihat dengan memberi contoh (lisanul hal) yakni dengan menunjukkan semangat kita dalam beribadah di depan suami, bukan untuk riya' tapi berniat agar dicontoh oleh suami, nasihat yang kedua ini lebih mantap dari yang pertama.
Barakallahu fiki.

PERTANYAAN 6

Bismillah
Afwan Ustadzah hafizhakillah, ana ingin menanyakan dars fiqih tentang wanita haid.
Kalau misalnya darah haid mulai keluar disaat sudah masuk waktu shalat Ashar, tetapi kita belum melakukan  shalat Ashar, maka kita harus mengqadha' shalat Ashar setelah kita suci dari haid.
Yang ana tanyakan:
Kapan waktu mengqadha' shalat Asharnya?
Kalau berhenti darah haidnya sudah masuk waktu Isya', apa kita harus shalat Ashar dulu sebelum shalat Isya'?
Atau kita harus shalat Ashar, Maghrib dan Isya'?
Jazakillahu khairan atas jawaban Ustadzah.

JAWABAN

Masalah qadha' shalat bagi wanita itu tidak ada, pendapat ini disepakati oleh para ulama', berdasarkan hadits,

كُنَّا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصًّلاَةِ



"Kami (kaum wanita) diperintah untuk mengqadha' puasa dan kami tidak diperintah untuk mengqadha' shalat." (HR. Bukhari Muslim)



Berdasarkan hadits di atas maka jumhur ulama' berpendapat 'tidak ada qadha' shalat bagi wanita karena haidh maupun nifas.'

Hanya saja Asy-Syaikh Utsaimin رحمه الله berpendapat wanita haidh harus mengqadha' shalat yang dia belum kerjakan ketika datang di awal haidhnya, silahkan dibaca kembali dars dari kitab Tanbihat.

Adapun dianjurkan untuk shalat 2 waktu ketika suci dari haidh, Zhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya' ini bukan berarti mengqadha' shalat tapi hanyalah karena 2 waktu tersebut boleh menjamak shalat.

Seperti pertanyaan di atas, jika suci di waktu Isya', maka harus shalat MAGHRIB dahulu, kemudian shalat ISYA' (ini mengikuti pendapat Asy-Syaikh Shalih Fauzan حفظه الله  juga pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan jumhur ulama' رحمهم الله.
Silahkan dibaca kembali dari kitab Tanbihat Bab Ketiga tentang haidh.

Jika mengikuti pendapat Asy-Syaikh Utsaimin رحمه الله maka ketika suci harus mengqadha' shalat Ashar dahulu, lalu shalat Isya' karena suci ketika Isya', tanpa harus shalat Maghrib, sebab Syaikh Utsaimin tidak sependapat bahwa setelah suci harus shalat 2 waktu.

Jika mengikuti pendapat jumhur ulama' maka ketika suci di waktu Isya', hendaklah shalat Maghrib dan Isya' karena 2 waktu itu bolehnya menjamak shalat bagi yang uzur. Dan tanpa shalat Ashar.
Semoga ini bisa dipahami.
Barakallahu fikunna.




Nisaa` As-Sunnah
Lebih baru Lebih lama