TANYA JAWAB Nisaa` As-Sunnah 6 Jum'at, 23 Jumadil Akhir 1437 H / 1 April 2016 M



PERTANYAAN 1

Bismillah.

Afwan Ustadzah ana mau bertanya tentang perkataan Fudhail bin 'Iyadh dalam Faedah Pagi, "Meninggalkan amal karena manusia adalah RIYA' dan beramal karena (untuk) manusia adalah SYIRIK.

Dan IKHLAS yaitu Allah menyelamatkanmu dari keduanya."

Apa makna dari perkataan di atas?

Atas jawaban Ustadzah, ana ucapkan jazakillah khairan,

Allahu yahfazhuki wa barakallahu fiki

JAWABAN

Meninggalkan amal karena manusia adalah riya', contohnya: Seseorang yang berniat mau memberi shadaqah kemudian dia urungkan niatnya karena ada orang melihatnya, artinya dia meninggalkan amal karena manusia,

ini menunjukkan orang yang tidak ikhlas karena Allah, tapi karena manusia.

Adapun orang yang beramal karena (untuk) manusia, bukan untuk Allah, maka inilah SYIRIK. Sebab amal ibadah itu hak mutlak milik Allah, maka ketika beramal untuk selain Allah adalah SYIRIK.

Sedangkan IKHLAS yaitu tidak riya' dan tidak syirik. Tidak meninggalkan amal karena manusia, yakni dia tetap beramal meskipun dilihat orang, dengan cara mengusir riya' dari hatinya kemudian mengikhlaskan amalnya hanya untuk Wajah Allah. Barakallahu fiki.

PERTANYAAN 2

Bismillah.

Ustadzah hafizhakillah, afwan ada beberapa point yang ana tanyakan tentang masalah shalat:

1. Apakah menggerakkan jari telunjuk ketika duduk tasyahud awal dan akhir termasuk sunnah shalat? Mohon penjelasannya.

2. Ketika sujud di raka'at terakhir, apakah diperbolehkan membaca doa selain doa sujud seperti (doa maknawiyah) yang di ucapkan dengan bahasa kita sendiri.

3. Ketika lupa rukun- rukun, dianjurkan untuk mengganti dengan sujud sahwi, tetapi jika sudah selesai shalat, misal shalat Maghrib yang harusnya 3 raka'at, tapi lupa  mengerjakan 4 raka'at dan baru ingat setelah salam dan meninggalkan tempat shalat, apakah harus mengulang shalatnya?

4. Apakah shalat witir harus dikerjakan setiap malam (sebagai penutup shalat) mengingat ana pernah membaca hadits bahwa Rasulullah صى الله عليه و سلم tidak pernah meninggalkan shalat witir, bahkan untuk berhati-hati kalau tidak bisa bangun shalat malam, beliau shalat witir sebelum tidur. Afwan mohon dijelaskan masalah ini, karena ana tidak paham akan derajat hadits tersebut.

Atas jawaban Ustadzah, ana ucapkan jazakillahu khairan wa barakallahu fiki

JAWABAN

Menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahud ada riwayat  pernah dilakukan Rasulullah صلى الله عليه وسلم.

Ketika sujud boleh membaca doa karena kita dianjurkan memperbanyak doa ketika sujud, adapun dengan bahasa selain bahasa Arab ada khilaf dikalangan ulama'.

Rukun shalat jika ditinggalkan, maka batal shalatnya dan tidak bisa diganti dengan sujud sahwi. Tetapi sujud sahwi dilakukan jika meninggalkan wajib-wajibnya shalat karena lupa atau ragu-ragu dalam shalatnya, bisa dikerjakan sebelum salam atau sesudah salam, selama masih di tempat shalat, jika kelebihan raka'at, maka sujud sahwi setelah salam, jika ingat setelah keluar dari tempat shalat dan belum terlalu lama yakni masih memakai pakaian shalat bisa langsung melakukan sujud sahwi, dan jika lupa tidak sujud sahwi tidak ada anjuran untuk mengulangi shalat.

Shalat witir hukumnya terdapat khilaf, sebagian menghukumi wajib, tapi yang rajih, hukumnya adalah sunnah mu'akkadah.

Hadits-hadits tentang shalat witir banyak, termasuk makna hadits yang ditanyakan adalah hadits yang shahih, juga hadits tentang witir berikut,

Ø¥ِجْعَاُÙˆْا  آخِرَ صَلاَتِÙƒُÙ…ْ بِالَّليْÙ„ِ Ùˆِتْرًا

"Jadikanlah akhir shalat malam kalian adalah shalat witir." (HR. Bukhari Muslim)

PERTANYAAN 3

Bismillah

Al-afwu Ustadzah hafizhakillah.

Ana mempunyai saudara sesama akhwat, dia pernah mondok sebelumnya selama 4 tahun lamanya, ketika pulang dari pondok ada laki-laki (ikhwah) tertarik dengannya begitu jg dia. Mereka berdua terjatuh ke dalam perbuatan zina setelah menjalin hubungan, na'udzubillah dan dilakukan berulang kali. Saat ini akhwat itu menyesali semua perbuatannya.

 

Yang  mau ana tanyakan, adakah hukuman  baginya untuk menjalani masa-masa taubat nashuhanya?

Dan apa nasihat Ustadzah agar  dia bisa sabar menjalani semua ujiannya? Supaya  tidak putus asa karenanya .

Atas jawaban Ustadzah ana ucapkan jazakillahu khairan wa barakallahu fiki

 

JAWABAN

Zina termasuk dosa kaba'ir (dosa-dosa besar).

Bagi yang bertaubat hukumnya:

> Jika belum menikah termasuk 'ghairu muhshan', yakni dicambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun,

> jika sudah menikah, dihukum rajam sampai mati.

Tapi hukuman itu hanya bisa ditetapkan oleh pemerintah kaum muslimin, karena kita hidup di negara yang tidak berhukum dengan Al-Qur`an, maka hukum Islam tersebut tidak bisa diterapkan di sini. Maka kewajibannya adalah TAUBATAN NASHUHA ditandai dengan:

1. Penyesalan.

2. Berazam (niat kuat) tidak akan mengulangi lagi.

3. Semangat beribadah dan beramal shalih, taqarrub/mendekatkan diri kepada Allah. Berusaha thalibul ilmi rajin taklim, menutup aurat dengan sempurna, dan putus hubungan dengan laki-laki bukan mahramnya, baik langsung maupun tidak langsung melalui HP, WA, atau alat komunikasi lainnya. Barakallahu fiki.

PERTANYAAN 4

Bismillah.

Al afwu Ustadzah hafizhakillah.

Ana ingin bertanya karena pernah diberi pertanyaan, namun ana tidak mampu memberi jawaban karena ketidaktahuan ana.

Apa hukumnya bila ada seorang wanita yang menikah dengan seorang laki-laki dan keduanya membangun rumah tangga namun karena sekian lama belum dikaruniai anak, sehingga suami meninggalkan istri tanpa dinafkahi tapi belum bercerai. Si istri ini lalu melakukan mohon maaf (hubungan gelap) dengan seorang lelaki dan istri ini memiliki anak dari lelaki simpanan tersebut. Ketika saat anaknya sudah besar dan mau sekolah, mau tidak mau harus mengumpulkan akte sebagai kelengkapan berkas. Sang istri  membuat akte, bahwa anaknya lahir dari ibu (yang mana dirinya sendiri) namun nama ayahnya adalah nama suaminya dan bukan nama lelaki yang menghamilinya saat dia ditinggal suami.

Mohon penjelasan Ustadzah.

Jazakillaahu khairan.

JAWABAN

Dari pertanyaan di atas dipahami bahwa dia telah berzina, seperti pertanyaan sebelumnya di atas, tapi ini zina muhshan, di mana hukumannya menurut syariat Islam adalah dirajam sampai mati, tapi karena hukum itu tidak bisa diterapkan maka cukup dengan TAUBAT NASHUHA yang kriterianya seperti jawaban sebelumnya di atas. Adapun hasil zina berupa anak, maka anak tersebut tidak punya bapak, yakni nasab/keturunannya hanya di pihak ibu, jika dalam akte dinisbahkan kepada seorang bapak, maka ini kedustaan yang besar, berhubungan dengan hukum-hukum yang lain dalam Islam, antara lain:

1. Dia dianggap ahli waris bapak yang didustakan dalam aktenya, padahal dia bukan ahli warisnya.

2. Bapak itu dianggap walinya, padahal dia bukan walinya.

3. Bapak dan anak ibu itu dianggap mahramnya, padahal dia bukan mahramnya.

Satu kedustaan mengakibatkan kedustaan yang beruntun, jika ingin kejujuran, maka yang tertulis dalam akte anak sebagai putra/putri ibunya.

Allahu a'lam wa barakallahu fiki.

http://annisaa.salafymalangraya.or.id

http://bit.ly/NisaaAsSunnah

Nisaa' As-Sunnah

Lebih baru Lebih lama