Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah ( Pertemuan ke - 191 )





KAJIAN FIKIH 



Dari kitab:

Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah



Penulis:

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله



KITABUSH SHIYAM (KITAB TENTANG PUASA) ~ Pertemuan 9



بسم الله الرحمن الرحيم

الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد:



BEBERAPA PERMASALAHAN TENTANG PUASA


1. Apabila datang kabar dengan bukti ru'yah tentang masuknya awal bulan Ramadhan di siang hari, apakah wajib:

A). Menahan diri dari makan minum dan

B). Meng-qadha puasa di hari itu?


Contoh:


Seseorang telah melihat hilal di tempat yang jauh, dan dia baru sampai pada penguasa setempat di siang hari Ramadhan, lalu dia bersaksi bahwa dia (semalam) telah melihat hilal bulan Ramadhan.


Dalam permasalahan ini ada dua pendapat:


1⃣ PENDAPAT PERTAMA


A) Wajib menahan diri dengan tidak makan dan minum dan wajib qadha.

Adapun wajib berpuasa dengan menahan diri tidak makan dan minum, tidak ada keraguan padanya dan tidak ada khilaf dalam permasalahan ini. 🔎 Dalilnya: "Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم pada mulanya (yakni sebelum ada kewajiban puasa di bulan Ramadhan) ketika beliau mewajibkan puasa Asyura, maka beliau memerintahkan kaum muslimin untuk puasa (menahan diri dari makan dan minum) di siang hari, maka kaum muslimin berpuasa." (HR. Al-Bukhari). Dan karena permasalahan ini terjadinya di bulan Ramadhan, yang mana hukum berpuasanya wajib, maka tidak boleh melanggarnya.


B). Adapun qadha hukumnya juga wajib.

Sebab syarat sahnya puasa fardhu adalah NIAT sebelum fajar, dan jika tanpa niat pada waktunya, maka puasanya hanya setengah hari, sebagaimana sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم,


إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى.


"Sesungguhnya amal itu tergantung pada niat, dan sesungguhnya bagi masing-masing orang mendapati apa yang diniatkan." HR. Al-Bukhari (1) dan Muslim (1907).


Maka puasanya yang setengah hari tidak cukup dan tidak dianggap puasa penuh, oleh karena itu dia wajib mengqadha.


2⃣ PENDAPAT KEDUA


A). Wajib puasa (menahan diri dari makan dan minum), tapi tidak wajib mengqadha. Ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله تعالى dengan alasan sebagai berikut:

Bahwa mereka yang makan dan minum dan tidak mengetahui bahwa hari itu sudah masuk bulan Ramadhan, mereka makan minum dengan izin Allah dan itu dihalalkan untuk mereka, yakni mereka tidak sengaja melanggar kehormatan bulan Ramadhan, akan tetapi hal itu disebabkan mereka tidak tahu bahwa hari itu sudah masuk bulan Ramadhan, hal ini masuk dalam keumuman firman Allah ta'ala:


رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

"Wahai Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami keliru (karena tidak tahu)." QS. Al-Baqarah: 286.


Maka selanjutnya beliau berpendapat: "Seandainya mereka baru mengetahui setelah matahari tenggelam bahwa hari itu telah masuk bulan Ramadhan, mereka tidak wajib mengqadha puasa untuk hari itu."


Syaikhul Islam membantah pendapat yang menyatakan bahwa, "Disyaratkan untuk niat sebelum fajar."

Beliau berkata, "Bahwa niat itu diikuti dengan mengetahui bahwa mereka sudah masuk dalam bulan Ramadhan, sedangkan Allah Ta'ala tidak membebani seseorang untuk niat melakukan sesuatu yang tidak mereka ketahui, sedangkan dalam permasalahan ini mereka baru mengetahui di siang hari, dan tidak sah niat puasa fardhu di siang hari, dan tidak membebani/mewajibkan seseorang untuk niat sebelum dia mengetahuinya."

Dan permasalahan ini diqiyaskan (dihukumi sama) bagi orang yang berbuka puasa dalam keadaan dia mengira bahwa matahari telah tenggelam, setelah makan barulah dia mengetahui bahwa matahari belum tenggelam, maka puasanya sah.



Bersambung insya Allah




•••━══ ❁✿❁ ══━•••



Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah.

Diposting ulang hari Sabtu, 9 Ramadhan 1441 H / 2 Mei 2020 M



#NAFiqih #NAFQ191


===================


Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Fiqh Al-Mar'ah Al-Muslimah yang telah berlalu, silakan mengunjungi:










Lebih baru Lebih lama