HUKUM BERPUASA PADA HARI TASYRIQ





HUKUM BERPUASA PADA HARI TASYRIQ


➖➖➖➖



💢 Hari tasyriq yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah


✅ Dalam permasalahan ini para ulama terbagi menjadi tiga pendapat:



1️⃣ Haram berpuasa pada hari tasyriq bagi siapa pun. 

Larangan ini mencakup puasa sunnah maupun puasa wajib. 


👉🏻 Demikian pendapat Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Amr bin Ash, Hasan al-Bashri, Atho', Abu Hanifah, Ibnul Mundzir, dan pendapat yang terkenal dalam madzhab Syafi'i.

📖 Lihat Syarah Muslim 8/17 dan Ma'alimus Sunan 2/128



2️⃣ Boleh berpuasa bagi seorang yang haji tamatu' atau qiran bila tidak mendapati hewan sembelihan (hadyu). Adapun selain mereka dilarang.

👉🏻 Demikian pendapat Malik bin Anas, al-Auza'i, Ishaq bin Rahawaih, Imam Syafi'i dalam salah satu pendapatnya, dan Imam al-Bukhari

📖 Lihat Syarah Muslim 8/17 dan Fathul Baari 4/242



3️⃣ Boleh berpuasa bagi siapa saja, baik puasa wajib maupun puasa sunnah.

👉🏻 Pendapat ini dinukilkan dari Zubair bin 'Awam, Abdullah bin Umar, Abu Talhah, dan Muhammad bin Sirin.

📖 Lihat Syarah Muslim 8/17 dan Fathul Baari 4/242



🔻🔻🔻



💢 Dalil pendapat pertama adalah hadits Nubaisyah al-Hudzali radhiallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shalahu alaihi wasallam bersabda, 


أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ


"Hari tasyriq merupakan hari makan dan minum."

 (HR. Muslim no.1141)



🔘 dan hadits Amr bin Ash, ketika ia memerintahkan anaknya yang sedang berpuasa pada hari tasyriq untuk berbuka, 


فَهَذِهِ الْأَيَّامُ الَّتِي كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا بِإِفْطَارِهَا، وَيَنْهَانَا عَنْ صِيَامِهَا»، قَالَ مَالِكٌ: «وَهِيَ أَيَّامُ التَّشْرِيقِ»


"Hari-hari ini yang dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kami untuk berbuka dan melarang kami berpuasa padanya."

Imam Malik menyatakan, "yaitu hari-hari tasyriq."

 (HR. Abu Daud no.2418, dishahihkan Syaikh al-Albani)



💢 ➖ Adapun dalil pendapat kedua adalah keterangan Aisyah dan Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhum, 


لَمْ يُرَخَّصْ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنْ يُصَمْنَ، إِلَّا لِمَنْ لَمْ يَجِدِ الهَدْيَ


"Tidak diberi keringanan untuk berpuasa pada hari tasyriq kecuali bagi seorang yang tidak mendapati hewan hadyu (hewan sembelihan bagi jama'ah haji,pen)."

 (HR. al-Bukhari no.1997)



✔️ Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz dan Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahumullah.


💢 Adapun pendapat ketiga, mereka menyatakan bahwa larangan tersebut adalah makruh saja tidak sampai tingkatan haram.


Namun pendapat ini tidak dilandasi dalil yang kuat. Imam ash-Shan'ani dalam Subulus Salam berkata,


وَهُوَ قَوْلٌ لَا يَنْهَضُ عَلَيْهِ دَلِيلٌ.


"Ini merupakan pendapat yang tidak tegak di atas dalil."



✅ PENDAPAT YANG KUAT


🔎 Jika melihat kepada kaedah "Mengamalkan dua dalil lebih baik ketimbang membuang salah satunya." maka yang lebih baik dalam permasalahan ini adalah pendapat kedua yang menggabungkan antara hadits larangan dengan hadits rukhsah.


☑️ Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah berkata, 


"Seorang yang sedang haji qiran dan tamatu' bila tidak mendapati hewan sembelihan boleh baginya berpuasa pada tiga hari ini (yaitu 3 hari tasyriq,pen) agar tidak terlewatkan musim haji sebelum ia berpuasa.


Adapun selain itu maka tidak boleh berpuasa padanya. 

Bahkan, seorang yang memiliki tanggungan puasa dua bulan berturut-turut (puasa kaffaroh,pen) maka ia harus berbuka pada hari 'id dan tiga hari setelahnya, lalu setelah itu ia melanjutkan puasanya lagi."

(Fatawa Ramadhan hal.727)



wallahu a'lam bish showab



📝 Oleh: Tim Warisan Salaf



〰〰▪〰〰


🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah


🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf 




〰〰▪〰〰


📬 Diposting ulang hari Selasa, 10 Dzulhijjah 1442 H / 20 Juli 2021 M






🎀 Nisaa` As-Sunnah 🎀










 

Lebih baru Lebih lama