Kajian Tauhid Kitab Tsalatsatul Ushul (Pertemuan 86)


http://t.me/tsalatsatulushul

Pertemuan 86

KAJIAN TAUHID

Dari kitab:
Tsalatsatul Ushul
(Tiga Landasan Utama)

Penulis:
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab رحمه الله تعالى

Syarah/Penjelasan oleh:
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin رحمه الله

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى اله وصحبه ومن والاه، أما بعد

Golongan kedua yang sesat dalam tauhid Asma' wa Shifat (nama-nama dan sifat-sifat Allah) adalah:

2. GOLONGAN MUSYABBIHAH

Yaitu orang-orang yang menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah tapi TASYBIH (MENYERUPAKAN) Allah ta'ala dengan makhluk-Nya. Mereka mengira bahwa keyakinan tersebut sesuai dengan nash-nash (dalil-dalil) Al-Qur'an dan As-Sunnah, karena (menurut keyakinan mereka) Allah ta'ala berbicara (berfirman) kepada para hamba-Nya dengan apa yang bisa mereka pahami.

Anggapan seperti itu BATIL dilihat dari beberapa segi, antara lain:

1. Bahwa MUSYABAHAH (MENYERUPAKAN) Allah dengan makhluk-Nya adalah perkara yang batil menurut akal dan syariat, dan tidak mungkin nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah mengandung pengertian yang batil.

2. bahwa Allah ta'ala berbicara/berfirman kepada hamba-hamba-Nya dengan sesuatu yang bisa dipahami dari sisi asal maknanya (menurut bahasa), adapun hakikat dan dzatnya yang berkaitan dengan makna tersebut adalah perkara yang hanya diketahui oleh Allah ta'ala, yang berhubungan dengan Dzat dan Sifat-sifat-Nya.

Maka jika Allah menetapkan untuk diri-Nya bahwa Dia Maha Mendengar, maka sifat mendengar itu maklum (sudah diketahui) dari segi asal makna, yakni (mengetahui suara-suara). Akan tetapi hakikat hal tersebut yang berhubungan dengan pendengaran Allah ta'ala tidak diketahui, sebab hakikat pendengaran itu berbeda-beda bahkan pendengaran yang ada pada makhluk, maka hakikat pendengaran bagi  Al-Khalik (Allah Yang Maha Pencipta) dengan yang ada pada makhluk tentu jauh berbeda dan jauh lebih agung.

Dan jika Allah telah menetapkan untuk diri-Nya sendiri bahwa Dia ber-Istiwa' di atas Arsy, maka kata ISTIWA' dilihat dari sisi makna telah maklum adanya (yakni telah diketahui), akan tetapi hakikat dari istiwa' nya Allah di atas Arsy tidak diketahui oleh makhluk. Sebab hakikat istiwa' yang ada pada makhluk saja berbeda-beda, misalnya, ber-istiwa' (tinggi) di atas kursi tidak sama seperti istiwa'-nya seseorang di atas kendaraan unta.
Jika hakikat istiwa' yang dilakukan makhluk saja berbeda-beda, maka apalagi istiwa' Al-Khalik, tentu jauh berbeda dengan makhluk dengan perbedaan yang jauh dan lebih agung.

FAEDAH IMAN KEPADA ALLAH:
Bersambung insya Allah


Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada Kamis, 4 Rajab 1439 H / 22 Maret 2018.
__

Akhawati fillah, jika ada yang tidak dipahami, silakan dicatat untuk ditanyakan melalui admin grup masing-masing.

Barakallahu fikunna

#NATauhid #NAT86
====================

Bagi yang ingin mendapatkan faedah dari dars Kitab Tsalatsatul Ushul yang telah berlalu, silakan mengunjungi:
Website 
      ● http://www.nisaa-assunnah.com
      ● http://www.nisaa-assunnah.com/p/natauhid.html
Channel Telegram
      ● http://t.me/nisaaassunnah
      ● http://t.me/tsalatsatulushul
  
Nisaa` As-Sunnah
Lebih baru Lebih lama