Kitab Fiqh Al Mar'atul Muslimah (Pertemuan 25)


 

KAJIAN FIQH

Dari kitab:

ﻓﻘﻪ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﺔ

ﻟﻔﻀﻴﻠﺔ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺻﺎﻟﺢ ﺍﻟﻌﺜﻴﻤﻴﻦ


ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ
ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ, ﻭﺍﻟﺼﻠﺎﺓ ﻭﺍﻟﺴﻠﺎﻡ ﻋﻠﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﻭﻣﻦ ﻭﺍﻟﺎﻩ, ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ:

ﺃﺧﻮﺍﺗﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﺣﻤﻨﻲ ﻭﺭﺣﻤﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ,

       Alhamdulillah ikhtibar dars fiqh dari kitab yang kita kaji ini sudah selesai. Wa jazakumullahu khairan atas kesungguhan antunna mengikuti ikhtibar dengan rata-rata nilai yang cukup memuaskan.


       Ana berharap kedepannya antunna tetap semangat mengikuti dan mencatat dars fiqh ini. Semoga kita menjadi mu`minah yang FAQIH dalam din ini. Amin.

       Sekarang mari kita lanjutkan kajian kita yang lalu.
Telah kita kaji bahwa wanita haidh haram melakukan THAWAF di Ka'bah, akan tetapi ada:
 

HUKUM DHARURI wanita haidh untuk melakukan THAWAF.


       Pendapat yang benar, bahwa SUCI dari haidh adalah syarat SAH nya thawaf. karena itu wanita haidh yang thawaf, tidak SAH thawafnya.
 

Jika kami katakan:

"Tidak boleh thawaf karena MULIAnya tempat Ka'bah" Yakni di dalam MASJIDIL haram. Tapi jika dharuri/ terpaksa BOLEH berdiam diri di dalamnya. Jika boleh berada didalam masjid, maka BOLEH pula thawaf di Ka'bah.
 

Ada KHILAF di kalangan para ulama tentang wanita HAIDH yang belum melakukan THAWAF IFADHAH, padahal dia:
 

- Ikut rombongan yang tidak mungkin mau menunggunya, dan
- Tidak mungkin pula wanita yang sedang haidh itu bisa pulang sendiri ke negaranya, mungkin dia dari negara India atau mungkin dari Amerika.

Maka kemungkinan dia bisa dihukumi sebagai berikut:

1. Dia terhalangi untuk thawaf ifadhah, maka dia harus membayar DAM. Sedangkan hajinya TIDAK sempurna, sebab dia belum thawaf, dan ini menyulitkannya, sebab dia belum melaksanakan yang fardhu yakni thawaf ifadhah.

ATAU:

2. Dia pulang ke negaranya dalam keadaan belum TAHALLUL. Maka dia tidak HALAL pula untuk menikah, atau jika dia seorang istri, tidak halal digauli oleh suaminya, dan jika suaminya mati atau mentalaknya, maka tidak halal dia menikah lagi, sebab statusnya masih IHRAM HAJI.
Maka yang ini pun amat sangat memberatkan.

ATAU:

3. Dia tetap tinggal di Makkah (yakni menunggu sampai suci dari haidhnya, pen), ini juga tidak mungkin!
(sebab rombongan tour hajinya tidak akan menunggunya).

ATAU:

4. Dia BOLEH thawaf ifadhah karena DHARURI/terpaksa, meskipun dia haidh.
 

Ini adalah pendapat Syaikhul Islam ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ, dan inilah pendapat yang BENAR dari empat pendapat di atas, tapi:
 

WAJIB atasnya untuk menjaga agar darah haidhnya tidak sampai jatuh dan mengotori masjid.

ﻭﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻪ ﻭﺍﻟﺤﻤﺪﻟﻠﻪ ﺭﺏ العالمين
 

Diterjemahkan oleh Al-Ustadzah Ummu Abdillah Zainab bintu Ali Bahmid hafizhahallah pada hari Selasa, 8 Sya'ban 1436H / 26 Mei 2015.



WA Nisaa` As-Sunnah.
Lebih baru Lebih lama